Kopi
tak lagi diseduh
Rasa
bukan lagi menjadi rangkaian kata
Residu
malah menyeruak ke dalam dada
Namun, waktu terus bergulir melaluimu
Dan
aku bukan lagi menjadi pusat semestamu
Mulut
berkata bukan apa-apa
Tapi
hati merasa sebuh potret berbeda
Ego
siapa yang memulai?
Aku
kira itu sebuah hal kecil saja
Ok,
bersikap saja semaumu
Mungkin
taakan ada lagi
Mungkin
cuman sekedar mengisi waktu luang
Atau
cukup cakrawala menjawab
Seharusnya
bersua lebih pagi
Aku hanya sebuah kerikil diantara intan permata
ReplyDeleteKesian amat! Wkekkk
DeleteBumantara bisa saja mengirim rinduku untukmu, jika aku mau.
ReplyDeleteMaaf, tapi aku tidak ingin melukaimu lagi.
Biarlah rasa, kita pendam masing-masing.
Lalu apa lagi? Kita hanya dua insan yang kini tidak saling menggengam hati.
Tenang sajalah.
Kau selalu kusimpan rapi dalam kenangan.
Diam, tak bisa berpindah.
Walau singgahmu hanya sporadis.
Hari indah yang dahulu.
Birunya telah menjadi abu.
Merahnya telah menjadi marah.
Dan indahnya, menggiring kita menuju kata pisah.
Terima kasih, kau pernah hadir.
Sampai akhirnya kita kembali pada satu kata; nadir.
Hembusan angin Bandung, memadamkan marah hati.
Dan kini, kurasa cukup untuk memilikimu.
Bukan karena aku tak mencintai, tetapi karena mencintaimu lebih dari batas kemampuanmu.
Maaf.