Era yang krusial ini
oleh banyak kalangan disebut-sebut sebagai era bonus demografi yang saat ini sudah dimulai dan
diperkirakan akan mencapai puncaknya pada rentang tahun 2020-2030. Salah
satunya, menurut Deputi Bidang Pelatihan
dan Pengembangan BKKBN Ida Bagus Permana menyatakan bahwa Indonesia akan
mendapatkan bonus demografi, yaitu jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun)
mencapai sekitar 70 persen, sedang 30 persen penduduk yang tidak produktif
(usia 14 tahun ke bawah dan usia di atas 65 tahun) yang akan terjadi pada tahun
2020-2030.
Fenomena bonus
demografi ini sebagai peluang besar
bangsa Indonesia kedepan. Karena dari makna kata bonus saja mengartikan sebuah
keuntungan yang dapat diraih asalkan menurut syarat-syarat tertentu dan
diusahakan dengan benar. Maka Terkait bonus demografi ini Presiden Jokowi
menyatakan bahwa bonus demografi ibarat pedang bermata dua yang satu sisi
membawa berkah jika berhasil mengambil manfaatnya namun di sisi lain bisa
menjadi bencana apabila kualitas manusia Indonesia tidak disiapkan dengan baik.
Pernyataan ini dikemukakan oleh presiden saat memperingati Hari Keluarga
Nasional pada Agustus 2016.
Maka dari itu khususnya
para pemuda intelektual dapat memanfaatkan bonus demografi tersebut dengan
sebaik-baiknya. Keuntungan yang dapat diperoleh dari
bonus demografi adalah tersedianya tenaga kerja usia produktif sebagai sumber
daya penopang utama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, ataupun sebagai
peluang utama dalam mengoptimalisasikan pemberdayaan masyarakat marjinal.
Karena kaum muda dikenal sebagai agent of
social change (agen perubahan). Pemuda selaku insan akademis, dipandang
memiliki kekuatan intelektual yang lebih sehingga kepekaan dan nalar yang rasional
diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata terhadap masyarakat. Karena sumber
daya manusia memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa khususnya dalam
pemberdayaan masyarakat yang kurang dalam bidang pendidikan, ekonomi, ataupun
sosial.
Kaum marjinal memang
kaum kecil yang selalu terpinggirkan, kita kadang lupa bagaimana mereka
berjuang di era globalisasi ini dengan tenaga dan keringat mereka untuk keluarga
serta mengabdi pada Negara salah satunya dengan membayar pajak kepada
pemerintah walaupun penghasilan mereka pas-pasan bahkan kekurangan. Mereka ini bagian tak terpisahkan dari negeri
ini. Perjuangan kaum marjinal yang mungkin seringkali kita mengabaikannya.
Sebagaimana Mother Terresa, pejuang dan tokoh kemanusiaan dari Calcuta,
mengatakan: "The poor, the
marginalized and the ones who are not counted, they exist because we create
them. Especially by the superstructure and then by me, by you, by all of us.
Consequently, it is our responsibility to help elevate them."Artinya, kaum
miskin, kaum marjinal, dan orang-orang yang tidak diperhitungkan di masyarakat
ada karena kitalah yang menciptakan mereka. Terutama oleh struktur sosial, juga
oleh saya, Anda dan kita semua. Sehingga, kita mempunyai tanggung jawab untuk
membantu dan mengangkat derajat mereka.
Maka penulis akan lebih
menyoroti kutipan akhir dari Mother Terresa, “Sehingga, kita mempunyai tanggung jawab untuk membantu dan mengangkat
derajat mereka.” Artinya bahwa bukan hanya pemerintah saja yang dapat
melihat bagaimana keadaan kondisi kaum marginal saat ini, tetapi kita semua
khususnya kaum muda usia produktif. Sebagaimana pemuda memiliki beberapa
peranan penting diantaranya sebagai agent
of sosial change, iron stock, dan
sebagai control social di masyarakat. salah
satunya penulis juga akan lebih menyoroti tentang peranan pemuda sebagai control social yaitu generasi
pengontorol seorang pemuda diharapkan mampu mengendalikan keadaan sosial yang
ada di lingkungan sekitar. Jadi, selain pintar dalam bidang akademis, pemuda
juga harus pintar dalam bersosialisasi dan memiliki kepekaan dengan lingkungan.
pemuda diupayakan agar mampu mengkritik,memberi saran dan memberi solusi jika
keadaan sosial bangsa sudah tidak sesuai dengan cita-cita dan tujuan bangsa, memiliki
kepekaan, kepedulian, dan kontribusi nyata terhadap masyarakat sekitar tentang
kondisi yang teraktual. Asumsi yang kita harapkan dengan perubahan kondisi
social masyarakat tentu akan berimbas pada perubahan bangsa. Intinya pemuda
diharapkan memiliki sense of belonging
yang tinggi sehingga mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat.
Tugas inilah yang dapat menjadikan
dirinya sebagai harapan bangsa, yaitu menjadi orang yang senantiasa mencarikan
solusi berbagai problem yang sedang
menyelimuti mereka. mengetahui berbagai isu yang ada di Negara indonesia
khususnya di masyarakat karena ada berbagai persoalan yang memberatkan
masyarakat diantaranya biaya pendidikan yang mahal, korupsi yang semakin
memprihatinkan dan berbagai hambatan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat di
indonesia.
Ada sebagian pemuda
yang berjuang khususnya di bidang pendidikan yaitu salah satunya kuliah ke
berbagai universitas negeri yang ada di Indonesia ataupun sekolah ke luar
negeri, tidak lain mereka di biayai oleh masyarakat kaum marginal yaitu para
petani, sopir angkot, ojeg, dan lain sebagainnya. Mereka semua membayar pajak
kepada pemerintah dan hasil dari pajak itu dialokasikan oleh pemerintah sebagai
beasiswa para pemuda untuk biaya pendidikan sebesar 20%. Maka kita sebagai kaum
muda intelektual khususnya yang sudah dibiayai oleh pemerintah dapat
mengabdikan diri selain berprestasi untuk negeri, para pemuda harus memberikan
peluang kewirausahaan untuk kaum marginal. Memberdayakan seluas-luasnya dengan
memanfaatkan bonus demografi, karena sebagai peluang besar para pemuda serta
turun aktif sebagai pemuda yang dapat mengabdikan dirinnya kepada masyarakat.
dan dapat mengimplementasikan tri dharma perguruan tinggi yakni pendidikan,
pengabdian, serta penelitian.
Potret buram kondisi
kaum marginal saat ini sudah bukan hal yang aneh lagi, tetapi sudah lumrah
diperbincangkan di media sosial ataupun
sudah tidak aneh lagi banyak anak-anak yang putus sekolah berjuang mencari
nafkah demi keluarganya. Hal inilah yang patut kita apresiasi dengan sebuah
pemikiran kaum muda intelektual. Lebih baik lagi apabila mengembangkan ciri
khas daerahnya dengan berupa kerajinan-kerajinan, olahan produk ataupun
mengadakan rumah budaya sebagai ruang public. yang bisa menjadi bisnis sosial
masyarakat dengan memanfaatkan bonus demografi. Kaum muda intelektual bisa
memanfaatkan ide cemerlang bagi kaum marginal, misalnya dengan mengadakan
recruitment anggota terlebih dahulu kemudian pelatihan dan uji efektivitas dan
relevansi sebuah ide terkait memberdayakan kaum marginal dengan bisnis sosial
dan dari kekhasan daerah-daerah yang ada di Indonesia.
Maka dari itu penulis
akan lebih menjelaskan tentang rumah budaya sebagai ruang publik. Mengapa
mengambil gagasan seperti ini? Karena generasi sekarang ini disebut sebagai
generasi Z atau millennial, dimana dikatakan sebagai generasi yang melek
teknologi dan banyak orang-orang yang mencari spot foto untuk berselfie ria.
Jika dilihat kondisi sekarang seperti itu.kita bisa memanfaatkan bonus
demografi dengan mengadakan rumah budaya sebagai ruang publik atau sebagai
objek wisata. Contohnya Sakola Museum Rakjat yang ada di Universitas Pendidikan
Indonesia Kampus Tasikmalaya, itu merupakan rumah budaya berbasis pendidikan
pada zaman penjajahan. Didalamnya ada beberapa barang antik seperti papan tulis
zaman dulu, sempoa besar, baju guru pada masa itu dan lain sebagainya yang
berkaitan dengan pendidikan zaman dulu. Walaupun Sakola Rakjat atau disingkat
SR itu hanya sebagai museum yang ada dikampus yang biasanya dikunjungi oleh
para mahasiswa tanpa harus membayar dan bebas untuk mengunjungi kapan saja.
Maka dari sini kita bisa mengalihkan sekaligus memanfaatkan rumah budaya
berbasis lain sesuai dengan ciri khas daerah yang ada di Indonesia, dengan
teknis jiwa entrepreneur yang dimiliki misalnya, ada pembelian tiket terlebih
dahulu sebelum pengunjung memasuki rumah budaya. Dan sekreatif mungkin rumah
budaya harus kita buat agar menarik pengunjung untuk bisa mengambil spot foto
disana. Dengan rumah budaya selain tujuannya melesatarikan budaya yang ada di
Indonesia juga bisa dijadikan bisnis sosial dengan para pemuda dan bisa
membantu memberdayakan kaum marginal dengan membuka lapangan pekerjaan di rumah
budaya yang telah dikelola dan mereka juga akan lebih mengenal budaya yang ada
di Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis dapat mengambil sebuah
kesimpulan bahwa permasalahan keadaan sosial masyarakat dapat di minimalisir melalui ide kreatif
bisnis sosial masyarakat oleh kaum muda intelektual. Yakni bisnis yang tidak
sekedar menghasilkan uang, tapi juga punya kepedulian terhadap orang-orang yang
kurang beruntung yang tinggal di sekitar. Mampu memberikan warna baru dalam
merubah keadaan sosial masyarakat. Perubahan bukan hanya dalam bidang pedidikan
saja, namun di bidang lainnya juga seperti sosial, budaya, dan ekonomi kearah
perubahan yang lebih baik. Selama matahari masih terbit dari arah timur, selama
bumi ini masih dihuni manusia, selama karakter bangsa Indonesia masih terjaga,
dan selama pemuda masih tampil di garda terdepan dalam pembangunan bangsa,
selama itu pula NKRI tetap jaya.
Keberhasilan memberdayakan kaum marginal dengan bisnis sosial telah
terbukti salah satunya oleh Alia Noor Anoviar, Ide bisnis sosial ini berawal ketika Alia sebelumnya ikut program
pertukaran mahasiswa selama empat bulan di Mahidol University International
College Thailand. Dalam program ini, alumni FEUI 2009 memahami tentang skema
bisnis yang mempunyai kepedulian terhadap kondisi sosial masyarakat.. Gadis
manis ini melakukan gerakan pemberdayaan masyarakat lewat bisnis sosial yang didirikannya:
Dreamdelion Community Empowerment (DCE). Yaitu komunitas yang memberdayakan
masyarakat miskin metropolitan lewat bisnis sosial. salah satunya kota
metropolitan seperti Jakarta menyimpan dua sisi kehidupan yang berlawanan. Di
satu sisi gemerlap layaknya kota besar dunia dengan gedung pencakar langit,
mobil hilir mudik lengkap dengan kaum pekerja dan intelektual. Di sisi lain,
masih ada masyarakat terpinggirkan, anak-anak putus sekolah dan pengangguran. Kedua
sisi yang saling bertolak belakang ini menggugah sejumlah pihak. Mereka
tergerak untuk berbuat sesuatu yang dapat menjembatani dua sisi ini. Paling
tidak kesenjangan sosial bisa sedikit berkurang.
“Melihat kondisi ketimpangan ibu kota Indonesia, saya tergerak
melakukan perubahan. Di sini saya coba menginisiasi gerakan pemberdayaan
masyarakat bernama Dreamdelion Community Empowerment. Keberadaannya
dilatarbelakangi oleh permasalahan sosial dengan kondisi masyarakat yang
memiliki keterbatasan akses pekerjaan, kesehatan, dan pendidikan,” ungkap
Alia kepada Youngsters.id.
Gerakan yang didirikan pada 18 Juli 2012 bermula dari program mahasiswa
untuk memberdayakan masyarakat yang tinggal di kawasan pemukiman kumuh,
bantaran kali Manggarai. Kini, gerakan itu telah berhasil memberdayakan ibu-ibu
rumah tangga untuk membuat kerajinan tangan dan merchandise Dreamdelion. Selain
mengembangkan bisnis sosial, DEC juga membentuk tiga komunitas pemberdayaan
yaitu Dreamdelion Cerdas, Dreamdelion Sehat, dan Dreamdelion Kreatif.
Dreamdelion Cerdas menyasar anak-anak usia sekolah. Sedangkan, program
Dreamdelion Sehat bertujuan menekan permasalahan di bidang kesehatan dan
lingkungan. Sementara itu, Dreamdelion Kreatif tujuan utamanya adalah
meningkatkan keahlian masyarakat binaan untuk mencapai kemandirian.“Saya
memiliki tekad dan niat untuk mengembangkan anak-anak dan masyarakat yang
tinggal di daerah marginal agar bisa berubah lebih terampil dan lebih terdidik,”
kata wanita kelahiran 13 Agustus 1991.
Kini DCE tak lagi hanya bergerak di Jakarta, tetapi juga mulai
memberdayakan masyarakat di Yogyakarta, Ngawi, dan Garut. Sanggar Belajar
Dreamdelion Cerdas telah hadir di dua kota yaitu, Jakarta dan Yogyakarta. Di
Jakarta sanggar ini membimbing sekitar 60 siswa dan di Yogyakarta 25 siswa. Atas
kontribusinya memberdayakan masyarakat, Alia mendapat apresiasi dari berbagai
pihak. Termasuk Kartini Next Generation bidang Sosial Kemasyarakatan dari
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.
No comments:
Post a Comment