Thursday, February 1, 2018

[Essay IYS] FENOMENA BONUS DEMOGRAFI SEBAGAI PELUANG OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KAUM MARJINAL MELALUI GERAKAN BISNIS SOSIAL KAUM INTELEKTUAL



Era yang krusial ini oleh banyak kalangan disebut-sebut sebagai era bonus demografi yang saat ini sudah dimulai dan diperkirakan akan mencapai puncaknya pada rentang tahun 2020-2030. Salah satunya, menurut  Deputi Bidang Pelatihan dan Pengembangan BKKBN Ida Bagus Permana menyatakan bahwa Indonesia akan mendapatkan bonus demografi, yaitu jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) mencapai sekitar 70 persen, sedang 30 persen penduduk yang tidak produktif (usia 14 tahun ke bawah dan usia di atas 65 tahun) yang akan terjadi pada tahun 2020-2030.
Fenomena bonus demografi  ini sebagai peluang besar bangsa Indonesia kedepan. Karena dari makna kata bonus saja mengartikan sebuah keuntungan yang dapat diraih asalkan menurut syarat-syarat tertentu dan diusahakan dengan benar. Maka Terkait bonus demografi ini Presiden Jokowi menyatakan bahwa bonus demografi ibarat pedang bermata dua yang satu sisi membawa berkah jika berhasil mengambil manfaatnya namun di sisi lain bisa menjadi bencana apabila kualitas manusia Indonesia tidak disiapkan dengan baik. Pernyataan ini dikemukakan oleh presiden saat memperingati Hari Keluarga Nasional pada Agustus 2016.
Maka dari itu khususnya para pemuda intelektual dapat memanfaatkan bonus demografi tersebut dengan sebaik-baiknya. Keuntungan yang dapat diperoleh dari bonus demografi adalah tersedianya tenaga kerja usia produktif sebagai sumber daya penopang utama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, ataupun sebagai peluang utama dalam mengoptimalisasikan pemberdayaan masyarakat marjinal. Karena kaum muda dikenal sebagai agent of social change (agen perubahan). Pemuda selaku insan akademis, dipandang memiliki kekuatan intelektual yang lebih sehingga kepekaan dan nalar yang rasional diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata terhadap masyarakat. Karena sumber daya manusia memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa khususnya dalam pemberdayaan masyarakat yang kurang dalam bidang pendidikan, ekonomi, ataupun sosial.
Kaum marjinal memang kaum kecil yang selalu terpinggirkan, kita kadang lupa bagaimana mereka berjuang di era globalisasi ini dengan tenaga dan keringat mereka untuk keluarga serta mengabdi pada Negara salah satunya dengan membayar pajak kepada pemerintah walaupun penghasilan mereka pas-pasan bahkan kekurangan.  Mereka ini bagian tak terpisahkan dari negeri ini. Perjuangan kaum marjinal yang mungkin seringkali kita mengabaikannya. Sebagaimana Mother Terresa, pejuang dan tokoh kemanusiaan dari Calcuta, mengatakan: "The poor, the marginalized and the ones who are not counted, they exist because we create them. Especially by the superstructure and then by me, by you, by all of us. Consequently, it is our responsibility to help elevate them."Artinya, kaum miskin, kaum marjinal, dan orang-orang yang tidak diperhitungkan di masyarakat ada karena kitalah yang menciptakan mereka. Terutama oleh struktur sosial, juga oleh saya, Anda dan kita semua. Sehingga, kita mempunyai tanggung jawab untuk membantu dan mengangkat derajat mereka.
Maka penulis akan lebih menyoroti kutipan akhir dari Mother Terresa, “Sehingga, kita mempunyai tanggung jawab untuk membantu dan mengangkat derajat mereka.” Artinya bahwa bukan hanya pemerintah saja yang dapat melihat bagaimana keadaan kondisi kaum marginal saat ini, tetapi kita semua khususnya kaum muda usia produktif. Sebagaimana pemuda memiliki beberapa peranan penting diantaranya sebagai agent of sosial change, iron stock, dan sebagai control social di masyarakat. salah satunya penulis juga akan lebih menyoroti tentang peranan pemuda sebagai control social yaitu generasi pengontorol seorang pemuda diharapkan mampu mengendalikan keadaan sosial yang ada di lingkungan sekitar. Jadi, selain pintar dalam bidang akademis, pemuda juga harus pintar dalam bersosialisasi dan memiliki kepekaan dengan lingkungan. pemuda diupayakan agar mampu mengkritik,memberi saran dan memberi solusi jika keadaan sosial bangsa sudah tidak sesuai dengan cita-cita dan tujuan bangsa, memiliki kepekaan, kepedulian, dan kontribusi nyata terhadap masyarakat sekitar tentang kondisi yang teraktual. Asumsi yang kita harapkan dengan perubahan kondisi social masyarakat tentu akan berimbas pada perubahan bangsa. Intinya pemuda diharapkan memiliki sense of belonging yang tinggi sehingga mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat. Tugas inilah yang  dapat menjadikan dirinya sebagai harapan bangsa, yaitu menjadi orang yang senantiasa mencarikan solusi berbagai problem yang sedang menyelimuti mereka. mengetahui berbagai isu yang ada di Negara indonesia khususnya di masyarakat karena ada berbagai persoalan yang memberatkan masyarakat diantaranya biaya pendidikan yang mahal, korupsi yang semakin memprihatinkan dan berbagai hambatan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat di indonesia.
Ada sebagian pemuda yang berjuang khususnya di bidang pendidikan yaitu salah satunya kuliah ke berbagai universitas negeri yang ada di Indonesia ataupun sekolah ke luar negeri, tidak lain mereka di biayai oleh masyarakat kaum marginal yaitu para petani, sopir angkot, ojeg, dan lain sebagainnya. Mereka semua membayar pajak kepada pemerintah dan hasil dari pajak itu dialokasikan oleh pemerintah sebagai beasiswa para pemuda untuk biaya pendidikan sebesar 20%. Maka kita sebagai kaum muda intelektual khususnya yang sudah dibiayai oleh pemerintah dapat mengabdikan diri selain berprestasi untuk negeri, para pemuda harus memberikan peluang kewirausahaan untuk kaum marginal. Memberdayakan seluas-luasnya dengan memanfaatkan bonus demografi, karena sebagai peluang besar para pemuda serta turun aktif sebagai pemuda yang dapat mengabdikan dirinnya kepada masyarakat. dan dapat mengimplementasikan tri dharma perguruan tinggi yakni pendidikan, pengabdian, serta penelitian.  
Potret buram kondisi kaum marginal saat ini sudah bukan hal yang aneh lagi, tetapi sudah lumrah diperbincangkan  di media sosial ataupun sudah tidak aneh lagi banyak anak-anak yang putus sekolah berjuang mencari nafkah demi keluarganya. Hal inilah yang patut kita apresiasi dengan sebuah pemikiran kaum muda intelektual. Lebih baik lagi apabila mengembangkan ciri khas daerahnya dengan berupa kerajinan-kerajinan, olahan produk ataupun mengadakan rumah budaya sebagai ruang public. yang bisa menjadi bisnis sosial masyarakat dengan memanfaatkan bonus demografi. Kaum muda intelektual bisa memanfaatkan ide cemerlang bagi kaum marginal, misalnya dengan mengadakan recruitment anggota terlebih dahulu kemudian pelatihan dan uji efektivitas dan relevansi sebuah ide terkait memberdayakan kaum marginal dengan bisnis sosial dan dari kekhasan daerah-daerah yang ada di Indonesia.
Maka dari itu penulis akan lebih menjelaskan tentang rumah budaya sebagai ruang publik. Mengapa mengambil gagasan seperti ini? Karena generasi sekarang ini disebut sebagai generasi Z atau millennial, dimana dikatakan sebagai generasi yang melek teknologi dan banyak orang-orang yang mencari spot foto untuk berselfie ria. Jika dilihat kondisi sekarang seperti itu.kita bisa memanfaatkan bonus demografi dengan mengadakan rumah budaya sebagai ruang publik atau sebagai objek wisata. Contohnya Sakola Museum Rakjat yang ada di Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya, itu merupakan rumah budaya berbasis pendidikan pada zaman penjajahan. Didalamnya ada beberapa barang antik seperti papan tulis zaman dulu, sempoa besar, baju guru pada masa itu dan lain sebagainya yang berkaitan dengan pendidikan zaman dulu. Walaupun Sakola Rakjat atau disingkat SR itu hanya sebagai museum yang ada dikampus yang biasanya dikunjungi oleh para mahasiswa tanpa harus membayar dan bebas untuk mengunjungi kapan saja. Maka dari sini kita bisa mengalihkan sekaligus memanfaatkan rumah budaya berbasis lain sesuai dengan ciri khas daerah yang ada di Indonesia, dengan teknis jiwa entrepreneur yang dimiliki misalnya, ada pembelian tiket terlebih dahulu sebelum pengunjung memasuki rumah budaya. Dan sekreatif mungkin rumah budaya harus kita buat agar menarik pengunjung untuk bisa mengambil spot foto disana. Dengan rumah budaya selain tujuannya melesatarikan budaya yang ada di Indonesia juga bisa dijadikan bisnis sosial dengan para pemuda dan bisa membantu memberdayakan kaum marginal dengan membuka lapangan pekerjaan di rumah budaya yang telah dikelola dan mereka juga akan lebih mengenal budaya yang ada di Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa permasalahan keadaan sosial masyarakat  dapat di minimalisir melalui ide kreatif bisnis sosial masyarakat oleh kaum muda intelektual. Yakni bisnis yang tidak sekedar menghasilkan uang, tapi juga punya kepedulian terhadap orang-orang yang kurang beruntung yang tinggal di sekitar. Mampu memberikan warna baru dalam merubah keadaan sosial masyarakat. Perubahan bukan hanya dalam bidang pedidikan saja, namun di bidang lainnya juga seperti sosial, budaya, dan ekonomi kearah perubahan yang lebih baik. Selama matahari masih terbit dari arah timur, selama bumi ini masih dihuni manusia, selama karakter bangsa Indonesia masih terjaga, dan selama pemuda masih tampil di garda terdepan dalam pembangunan bangsa, selama itu pula NKRI tetap jaya.
Keberhasilan memberdayakan kaum marginal dengan bisnis sosial telah terbukti salah satunya oleh Alia Noor Anoviar, Ide bisnis sosial ini berawal ketika Alia sebelumnya ikut program pertukaran mahasiswa selama empat bulan di Mahidol University International College Thailand. Dalam program ini, alumni FEUI 2009 memahami tentang skema bisnis yang mempunyai kepedulian terhadap kondisi sosial masyarakat.. Gadis manis ini melakukan gerakan pemberdayaan masyarakat lewat bisnis sosial yang didirikannya: Dreamdelion Community Empowerment (DCE). Yaitu komunitas yang memberdayakan masyarakat miskin metropolitan lewat bisnis sosial. salah satunya kota metropolitan seperti Jakarta menyimpan dua sisi kehidupan yang berlawanan. Di satu sisi gemerlap layaknya kota besar dunia dengan gedung pencakar langit, mobil hilir mudik lengkap dengan kaum pekerja dan intelektual. Di sisi lain, masih ada masyarakat terpinggirkan, anak-anak putus sekolah dan pengangguran. Kedua sisi yang saling bertolak belakang ini menggugah sejumlah pihak. Mereka tergerak untuk berbuat sesuatu yang dapat menjembatani dua sisi ini. Paling tidak kesenjangan sosial bisa sedikit berkurang.
Melihat kondisi ketimpangan ibu kota Indonesia, saya tergerak melakukan perubahan. Di sini saya coba menginisiasi gerakan pemberdayaan masyarakat bernama Dreamdelion Community Empowerment. Keberadaannya dilatarbelakangi oleh permasalahan sosial dengan kondisi masyarakat yang memiliki keterbatasan akses pekerjaan, kesehatan, dan pendidikan,” ungkap Alia kepada Youngsters.id.
Gerakan yang didirikan pada 18 Juli 2012 bermula dari program mahasiswa untuk memberdayakan masyarakat yang tinggal di kawasan pemukiman kumuh, bantaran kali Manggarai. Kini, gerakan itu telah berhasil memberdayakan ibu-ibu rumah tangga untuk membuat kerajinan tangan dan merchandise Dreamdelion. Selain mengembangkan bisnis sosial, DEC juga membentuk tiga komunitas pemberdayaan yaitu Dreamdelion Cerdas, Dreamdelion Sehat, dan Dreamdelion Kreatif. Dreamdelion Cerdas menyasar anak-anak usia sekolah. Sedangkan, program Dreamdelion Sehat bertujuan menekan permasalahan di bidang kesehatan dan lingkungan. Sementara itu, Dreamdelion Kreatif tujuan utamanya adalah meningkatkan keahlian masyarakat binaan untuk mencapai kemandirian.“Saya memiliki tekad dan niat untuk mengembangkan anak-anak dan masyarakat yang tinggal di daerah marginal agar bisa berubah lebih terampil dan lebih terdidik,” kata wanita kelahiran 13 Agustus 1991.
Kini DCE tak lagi hanya bergerak di Jakarta, tetapi juga mulai memberdayakan masyarakat di Yogyakarta, Ngawi, dan Garut. Sanggar Belajar Dreamdelion Cerdas telah hadir di dua kota yaitu, Jakarta dan Yogyakarta. Di Jakarta sanggar ini membimbing sekitar 60 siswa dan di Yogyakarta 25 siswa. Atas kontribusinya memberdayakan masyarakat, Alia mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Termasuk Kartini Next Generation bidang Sosial Kemasyarakatan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.


No comments:

Post a Comment