Monday, February 26, 2018

[Cerpen] KEJORA DAN BINTANG


KEJORA DAN BINTANG

Oleh : Siti Nur Uswatun Hasanah & Rindu Wangi Hujan

Ketika itu aku pulang dari sekolah yang tak jauh dari rumahku, seperti biasa aku diantarkan oleh paman becak. Kemudian aku membayar ongkos dan membukakan pagar rumah. Tiba-tiba dari belakang ada yang menarik tasku sangat kencang. tidak salah lagi aku berpikir pasti dia adikku kejora. Dengan wajah polosnya sembari tersenyum melihatku. Aku pun kesal menahan emosi seketika dia menarik gntunganku. tidak seharusnya dia menarik gantungan tasku yang masih baru dibelikan ayah dari Malaysia. Aku tidak tau kenapa kejora melakukan hal seperti itu? Yaa aku berpikir dan berbicara dalam hati mungkin dia iri kepadaku karena aku normal tidak seperti dia tidak normal.
Aku langsung berlari kepada mama dan bilang,
“Ma, Kejora menarik tasku sampai gantunganku lepas! Gantungan inikan baru dua hari yang lalu ayah belikan ketika pulang dari Malaysia. Masa udah rusak lagi!”
 Mamapun menjawab seraya tersenyum lembut kepadaku,
“Tidak apa-apa sayang. Nanti Mama bisa hubungi ayah lagi supaya memberikan lagi yang baru, jangan kamu salahkan adikmu seperti itu, mungkin dia ingin bermain bersama lagi denganmu. Mungkin dia rindu kakaknya seperti dulu yang slalu bersama-sama bersinar seperti bintang kejora dilangit.”
Aku mendecak sebal pada ucapan Mama.
“Aishhh! Mama, Bintang sama Kejora itu beda jadi jangan sandingkan nama bintang dengan kejora seperti itu. Banyak orang bilang Kejora itu tidak normal ma, Bintang gamau disandingkan!” akupun menjawab seperti itu sambil berteriak.
“SSSSTTTT….. Kamu kenapa bintang? Jangan berteriak seperti itu, Mama tidak suka. Kamu hanya saja belum mengenal dekat Kejora, Kejora anak yang berbakat, penyayang walaupun dia selalu membuatmu kesal bukan karena dia iri. Mama yakin suatu saat nanti kamu akan kagum dengan adikmu,” jawab Mama memperingatiku.
Dan ternyata percakapan aku dan Mama didengar oleh Kejora, memang Kejora anak tuna rungu, tidak bisa mendengar. Tetapi pembicaraan kita tadi dapat dilihat dan dimengerti oleh Kejora lewat gerak bibir kami. Kejora pandai mengikuti gerak bibir kami yang tengah bercakap.
Astagfirulloh.. aku kenapa? Kenapa hal kecil saja aku besar-besarkan dengan mengadu kepada Mama. Seharusnya aku bisa bersikap dewasa. Aku sedih, dan aku amat menyesal kepada Kejora, terutama kepada Mama, ketika tadi Mama mengatakan bahwa Kejora itu anak yg berbakat, penyayang walaupun dia selalu membuatku kesal”.
***
Hari minggu pagi, aku keluar dari kamarku aku melihat Kejora sedang menonton televisi, seperti biasa dia menonton kartun favoritnya spon kuning yang biasa Mama gunakan didapur untuk mencuci piring. Hmm.... ya “si kuning kotak Spongebob”. Aku heran kenapa dia suka sekali kartun itu.
“Eh, Bintang. Udah keluar? Ayo sarapan dulu bareng-bareng!” sahut Mama memanggil namaku dari pintu masuk ke arah dapur.
“Bintang, Kejora, ayo sarapan dulu. Sini mama masak nasi goreng kesukaan kalian nih!” sahut Mama kembali seraya menghampiri Kejora yang fokus menonton kartun.
“Ayo kejora saying”, Mama mengusap lembut ujung kepalanya. Kejora yang polospun tersenyum.
Di meja makan aku sibuk sekali melihat Kejora yang asyik dengan crayon dan cat air warna-warni. Aku berpikir dan berbicara dalam hati, mungkin dia ingin mengikuti sepertiku melukis bulan lalu aku kan pernah juara lomba melukis sekota madya.
Akupun bertanya dengan hati-hati kepada Kejora.
“Kejora, itu apa yang kejora pegang?”
Kejora hanya diam dan menunduk. Dan menggelengkan kepala. Kok kejora diam? Ibu menyahut duluan sebelum kejora melakukakan tindakan
“Cepat jawab apa itu?” tanyaku dengan nada yang semakin tinggi. Karena tidak biasanya Kejora pegang benda seperti itu, maka aku sedikit heran.
Langsung Kejora menuliskan kata-kata dengan pensil kesayangannya yang dibelikan oleh Ayah ketika pulang dari Malaysia. Dia menulis dibuku catatannya.
Seperti ini tulisannya yang kubaca.
“Kak Bintang, hari ini kejora ingin melukis. Kakak bisa ajarkan kejora melukis hari ini?” aku baca dengan perlahan, mengingat tulisannya hampir sulit kubaca. Mama juga membaca tulisan dari Kejora.
“Oh, tentu saja bias, Kejora! Kakak kan baik, pernah juara melukis lagi!” seru Mama menyanjungkanku sebagai kakaknya yang pintar kepada Kejora. Kejora tersenyum gembira. Sementara aku nampaknya kurang begitu antusias untuk mengajarkan Kejora. Entahlah. Perasaanku berkata aku benci dia ingin mengikuti jejakku yang memang pintar melukis! Aku tidak suka! Aku mengabaikan Kejora dan  memutuskan pergi ke kamarku setelah selesai makan.
***
Saat berada dikamar, aku duduk dan melihat fotoku dan Kejora sebelum aku masuk sekolah. Oh, ternyata yang kemarin-kemarin Mama bilang bahwa Kejora itu mempunyai bakat. Ternyata bakatnya itu melukis sepertiku. Hanya saja saat tadi Kejora membuat tulisan dibuku catatannya seperti itu ingin lebih dekat denganku.
Arrgghhh! Cukup! Jangan memikirkan hal yang tadi! Aku tidak ingin memikirkan bagaimana Kejora dan apa yang ingin Kejora lakukan! Aku tidak peduli!
Tidak lama kemudian ada yang mengetuk pintu kamarku. Surat bertanda hati terselip pada celah bawah pintu kamarku. Surat itu berisi yang sanggup membuatku tertohok.
“Kalau kakak mau mengajarkanku melukis hari ini, kakak harus datang ke taman bermain diseberang rumah ya! Dari adikmu kejora yang menyebalkan dan sering membuat kakak kesal.”
Entahlah. Kenapa dia menulis pesan seperti itu. Tidak sadarkah dia kalau saat ini aku tidak ingin melihat wajahnya? Ya Tuhan! Benar-benar membuatku kesal! Kenapa aku kesal sekali kepadanya? Aku tidak paham pada hatiku. Mungkin rasa iriku kepadanya sudahlah sangat besar.
Setelah aku baca aku tidak memperdulikan surat itu dan langsung pergi untuk tidur karena hari itu sangat mengantuk sekali karena sudah makan.
***
“Bintang. Bintang,” sayup-sayup terdengar suara Mama memanggilku sembari mengetuk pintu. Ya ampun, berapa lama aku tertidur? Cukup lama aku tertidur pulas. Kepalaku sedikit pening karena terlalu lama tidur. Aku langsung bangun dengan keadaan setengah sadar dan membukakan pintu untuk Mama.
“Kenapa, Ma?” tanyaku dengan suara yang cukup berat.
“Adikmu kemana? Sejak tadi Kejora belum pulang juga. Sekarang udah mau larut malam. Mama khawatir dengan kejora,” ujar Mama dengan raut wajah yang begitu khawatir.
 “Nggak tahu, Ma. Kejora belum pulang?” tanyaku kembali.
Setelah itu, aku teringat dengan surat Kejora yang ia selipkan pada celah pintu kamarku.
“Bentar, Ma. Aku akan pergi keluar mencarinya,” ujarku seraya pamit kepada Mama.
Sore itu hujan gerimis. Langit mendung. Aku berlari pelan menuju Taman untuk mencari Kejora yang kemungkinan masih berada di Taman. Dan ternyata benar. Kejora baru saja keluar dari area Taman dan matanya melihat kedatanganku. 
“Kejora!” teriakku cukup keras, berharap dia mendengarnya meskipun mustahil, mengingat dia seorang tuna rungu.
Kejora berlari dengan sebuah buku gambar pada tangannya. Dia menyeberang untuk menghampiriku. Akan tetapi....
Braak!!!!
DEG!!
Jantungku serasa terlepas dari tempatnya. Tubuhku seketika melemas. Kejadian barusan sangat jelas terlihat olehku.
“Ke....Kejora?”
Kejora tergelepak dengan kepala bersimbah darah setelah sebuah motor menabraknya dan mementalkan tubuhnya sejauh beberapa meter. Sang pengendara motor pun tak luput dari musibah. Namun yang kukhawairkan adalah Kejora. Langsung ku berlari menuju Kejora.
“Astaghfirulloh! Kejora! Kejora!! Tolong!” teriakku meminta pertolongan kepada pejalan kaki. Anehnya, bukannya membantu adikku, mereka sibuk sekali merekam kejadian kecelakaan ini! Dasar, manusia tak punya hati! Apakah dengan merekam adikku akan menyelamatkan adikku?!
Kulihat sebuah buku gambar pada tangannya yang tergenggam erat. Ku buka buku gambarnya. Terlihatlah sebuah gambar berwarna, menunjukkan keluarga utuh, yaitu Mama, Papa, aku dan juga Kejora. Kejora menggenggam tanganku pada gambarnya. Kemudian pada bawah gambarnya ia tuliskan sebuah pesan.
“Ini adalah keluarga bahagiaku. Kami akan bahagia selamanya. Aku mencintai Mama dan Papa. Dan aku juga mencintai Kak Bintang. Sayang sekali. Kak, maafkan Kejora, selalu bikin kakak kesal. Tapi walaupun kakak kesal sama Kejora, tapi Kejora masih tetep sayang sama kakak”, imbuhnya.
Kedua mataku menghangat. Air mataku perlahan mengalir deras. Aku menyesal. Aku amat menyesal kepada Kejora! Aku adalah kakak yang jahat! Ya ampun, apa yang aku lakukan kepadamu, Kejora? Aku terlalu kasar kepadamu!
***
Kejora dinyatakan mati otak karena kepalanya terbentur sangat kuat saat kecelakaan tadi. Itu berarti, tidak akan ada tanda bagi Kejora untuk sembuh. Kejora bernafas, tetapi tidak hidup. Sisa usianya sudah diperkirakan hanya tinggal satu minggu lagi. Ya ampun, Kejora. Maafkan kakak. Maafkan kesalahan kakak selama ini!
“Kejora, kamu mendengarkanku? Kakak menyesal telah menyakiti perasaanmu selama ini. Bangunlah, Kejora. Bangun!” aku menangis disamping tempat tidurnya. Mama dan Papa menangisi keadaan Kejora.
Andai waktu bisa diulang kembali. Tidak, andai saja aku bisa menangkal kejadian ini. Semua hal yang terjadi pada Kejora adalah salahku! Andai, keajaiban itu ada. Aku ingin Kejora kembali hidup.
Kumohon!! Keajaiban, datanglah kepada Kejora!!, aku berteriak bersungguh-sungguh dalam hati. Selalu kupanjatkan doa kepadanya. Aku berharap Kejora dapat hidup dan aku bisa memperbaiki kesalahanku kepadanya.
Kumohon! Kumohon!
Detektor jantung tiba-tiba berbunyi nyaring. Mama, Papa dan aku menatap layar detektor detak jantung. Kami saling berpandangan. Mama dan Papa berseru gembira.
“Alhamdulillah! Ya Allah, Alhamdulillah!” Papa dan Mama tak berhenti bersyukur. Aku hanya menangis terharu. Doaku terkabul. Keajaiban datang untuk Kejora. Dan aku berjanji, setelah kejadian ini, aku akan bersikap lebih baik kepada Kejora. Akan aku buktikan janjiku.
“Kejora, terima kasih udah maafin Kak Bintang,” gumamku dengan penuh rasa syukur.

Tamat



No comments:

Post a Comment